Madu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cairan yang banyak mengandung zat gula pada sarang lebah atau bunga (rasanya manis). Cairan manis ini umumnya dikenal dan digunakan sebagai bahan pemanis dalam pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman. Namun, tahukah masyarakat bahwa selain digunakan dalam mengolah makanan dan minuman, madu juga digunakan untuk proses perawatan luka di bidang medis? Sejarah penggunaan “madu: si manis perawat luka” sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu, yang dimulai pada zaman Mesir dan Yunani Kuno. Pada saat itu, madu digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam luka seperti luka bakar, luka sayatan benda tajam, dan berbagai jenis luka lainnya. Tidak hanya digunakan saat zaman itu, madu juga digunakan untuk mengobati luka pada para tentara saat menjalani perang dunia. Tetapi, bagaimana dengan penggunaan madu di bidang medis saat ini? Penggunaan madu dalam proses perawatan luka baru mulai kembali popular pada tahun 1970-an. Namun karena kurangnya bukti ilmiah serta landasan teori yang kuat, penggunaan madu dalam perawatan luka belum dapat dipopulerkan di kalangan masyarakat awam dan terbatas pada kalangan medis tertentu. Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, mulailah terbentuk pemikiran dari kalangan medis untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna mencari tahu keefektivitasan madu dalam perawatan luka, serta bukti ilmiah dan landasan teori yang kuat.
Struktur Kimia Madu
Menurut struktur kimiawinya, komposisi terbesar dari madu yaitu berasal dari karbohidrat (82%) yang terdiri dari monosakarida dan disakarida. Yang termasuk ke dalam monosakarida yaitu fruktosa (38.2%) dan glukosa (31%). Sedangkan yang termasuk ke dalam disakarida (9%) yaitu sukrosa, maltosa, isomaltosa, turanosa, dan lain-lain. Selain monosakarida dan disakarida, madu juga mengandung oligosakarida dalam jumlah yang sedikit (4.2%). Kandungan lain yang terdapat di dalam madu yaitu air, protein dan asam amino, vitamin, mineral, anti-oksidan, enzim dan berbagai zat lainnya. (Gambar 1)
Gambar 1. Persentase Komposisi Madu
Sumber: Chemical Composition Honey | available on: http://www.chm.bris.ac.uk/
Peran Aktif Madu dalam Proses Perawatan Luka
Bukti ilmiah yang kuat mengenai peran madu sebagai “si manis perawat luka” mulai muncul seiring dengan perkembangan penelitian laboratorium dan klinis. Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian tersebut, disebutkan bahwa salah satu hal utama yang berperan dalam proses perawatan luka yaitu sifatnya sebagai agen anti-bakterial. Beberapa hal yang berkaitan dengan sifat anti-bakterial, yang juga berperan dalam proses perawatan luka, yaitu kadar osmolaritasnya yang tinggi, nilai pH yang rendah (asam), serta kandungan komponen hidrogen peroksida (H2O2) dan non-peroksida. Tingginya kadar osmolaritas atau hiperosmolaritas pada madu ditandai dengan tingginya konsentrasi gula dan rendahnya kadar air pada madu. Kondisi ini menyebabkan tertariknya cairan intraseluler di dalam sel bakteri patogen keluar dan terjadi plasmolisis. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya proses penghambatan pertumbuhan bakteri patogen di sekitar jaringan luka sehingga proses perawatan luka dapat berlangsung dengan baik. Kadar pH madu yang rendah yaitu sekitar 3.2 – 4.5 memiliki sifat asam yang cukup kuat untuk menghambat kemampuan hidup beberapa bakteri patogen pada luka. Pada umumnya, kadar pH minimum untuk bakteri patogen hidup yaitu sekitar 4.0 – 4.5 (E. coli = 4.3, P. aeruginosa = 4.4, S. pyogenes = 4.5). H2O2merupakan agen anti-bakterial yang dibentuk oleh enzim glukosa oksidase dan umum digunakan untuk membersihkan luka yang terbuka dan kotor. Enzim glukosa oksidase ini umumnya inaktif, dan baru akan aktif -membentuk H2O2 apabila terjadi proses dilusi antara madu dengan eksudat luka. Komponen non-peroksida merupakan kandungan senyawa kimia tertentu yang berasal dari nektar tumbuhan yang umum dikenal dengan sebutan phytochemical. Salah satu contoh dari phytochemical yaitu methylglyoxal (MGO).
Selain berperan sebagai anti-bakterial, madu juga memiliki sifat sebagai anti-inflamasi dan anti-oksidan. Sifat anti-inflamasi yang terkandung dalam madu, terlihat dari kemampuan madu dalam mengurangi reaksi inflamasi pada luka seperti menurunkan produksi eksudat dari bakteri patogen yang hidup di sekitar luka, pembentukan jaringan parut atau skar di sekitar luka yang minimal, serta mengurangi sensasi nyeri pada beberapa jenis luka tertentu.
Gambar 2. Mekanisme Kerja Madu terhadap Perawatan Luka
Sumber: Manuka Fill | available on: http://www.lmpanimalhealth.com/
Jenis Luka
Penggunaan madu sebagai anti-bakterial topikal, umum dilakukan terhadap beberapa jenis luka seperti:
- Luka bakar
- Luka dengan infeksi akibat cedera atau post-operasi
- Ulkus dekubitus
- Ukus diabetikum
Bagaimana Cara Menggunakan Madu untuk Merawat Luka?
Cara menggunakan madu pada luka didasarkan pada jenis serta kondisi dari luka itu sendiri. Hal yang pertama perlu diperhatikan ialah mengetahui jenis luka yang boleh menggunakan madu sebagai pengobatan (lihat di bagian Peran Aktif Madu dalam Proses Perawatan Luka). Setelah mengetahui jenis luka, perhatikan kondisi luka tersebut, apakah luka tampak kotor atau bersih? Apabila luka tampak kotor, bersihkan luka terlebih dahulu dengan larutan fisiologis. Setelah luka tampak bersih, oleskan madu secukupnya di atas kassa bersih, kemudian tempelkan kassa tersebut di atas luka. Frekuensi penggantian kassa dan pengolesan madu umumnya dilakukan 1 kali per-hari pada luka yang bersih dan tidak mengeluarkan cairan. Apabila luka tampak mengeluarkan cairan, penggantian kassa dan pengolesan madu dapat dilakukan lebih dari 1 kali per-hari. Pada kondisi luka dengan kedalaman yang cukup dalam seperti ulkus, jumlah madu yang digunakan akan lebih banyak agar madu dapat melakukan penetrasi ke dalam jaringan yang luka. (Gambar 3)
Gambar 3. Cara Penggunaan Madu untuk Merawat Luka
Sumber: How to use Honey to Support Healing| available on: http://www.top10homeremedies.com/
*) Perlu di ketahui bahwa alangkah baiknya penggunaan madu untuk menyembuhkan luka yang serius perlu dilakukan atas seijin dokter keluarga, dan apabila luka tidak juga membaik, segera lakukan konsultasi dengan dokter keluarga.