HIV dan AIDS adalah dua istilah yang sering disebut bersamaan, tetapi sebenarnya memiliki arti yang berbeda. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah akibat infeksi HIV. Orang yang terinfeksi HIV belum tentu menderita AIDS, tetapi orang yang menderita AIDS pasti terinfeksi HIV.
HIV dan AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kematian. Menurut data WHO, pada tahun 2020, sekitar 37,7 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV, dan 690 ribu orang meninggal karena penyakit terkait AIDS.
Di Indonesia, pada tahun 2019, diperkirakan ada 640 ribu orang yang hidup dengan HIV, dan 38 ribu orang meninggal karena AIDS. HIV dan AIDS juga berdampak negatif pada kesehatan, ekonomi, sosial, dan hak asasi manusia.
Namun, HIV dan AIDS bukanlah penyakit yang tidak bisa dicegah dan diobati. Dengan pengetahuan, pencegahan, pengujian, pengobatan, dan dukungan yang tepat, orang yang terinfeksi HIV bisa hidup lebih lama dan sehat.
Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang apa itu HIV dan AIDS, bagaimana cara penularan, gejala, diagnosis, pengobatan, dan pencegahannya.
Tidak banyak orang yang mengenal apa sebenarnya HIV atau AIDS. Hal itu karena dipengaruhi oleh stigma, mengidap penyakit ini merupakan suatu hal yang memalukan. Sehingga untuk berhubungan dengan penyakit inipun dianggap tabu. Bahkan sekedar memeriksakan diri untuk mengetahui status HIV pun masyarakat masih banyak yang enggan.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi yang akurat, terkini, dan mudah dipahami tentang HIV dan AIDS, sebagai salah satu penyakit mematikan yang bisa dicegah dan diobati.
Artikel ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan sikap positif masyarakat terhadap HIV dan AIDS, serta menghapus stigma, diskriminasi, dan mitos yang berkaitan dengan penyakit ini.
Artikel ini diharapkan bisa menjadi sumber referensi yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang HIV dan AIDS, baik untuk diri sendiri, keluarga, teman, maupun masyarakat luas.
Artikel ini juga mengacu kepada Strategi AIDS Global 2021-2026, yang merupakan dokumen resmi dari UNAIDS yang menggambarkan visi, misi, tujuan, dan prioritas dalam menanggulangi HIV dan AIDS di seluruh dunia.
Lalu apa sebenarnya HIV AIDS yang menjadi momok ini?
HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih yang bertugas melindungi tubuh dari infeksi. Virus ini mengubah sel darah putih menjadi pabrik virus baru yang akan menyebar ke sel lain.
Akibatnya, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan tidak bisa melawan berbagai penyakit. HIV bisa bertahan dalam tubuh selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala, tetapi tetap bisa menular ke orang lain.
AIDS adalah kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh sudah sangat rusak akibat infeksi HIV. Orang yang menderita AIDS akan mudah terkena berbagai infeksi oportunistik, yaitu infeksi yang biasanya tidak menyerang orang yang sehat, seperti tuberkulosis, pneumonia, kanker, dan lain-lain.
AIDS juga bisa menyebabkan komplikasi seperti demensia, kehilangan berat badan, dan gagal organ. AIDS adalah tahap akhir dari infeksi HIV dan bisa menyebabkan kematian.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sel darah putih sehingga kekebalan tubuh menurun.
Sedangkan AIDS (Acquired Immune Defeciency Syndrome) adalah sekumpulan penyakit yang muncul akibat menurunnya daya tahan tubuh tersebut.
Daya tahan tubuh yang melemah akan membuat orang tersebut sering terserang berbagai penyakit, seperti TBC, peradangan kulit, gangguan pada otak, dan berisiko mengidap kanker atau penyakit berbahaya lainnya yang mungkin saja mengakibatkan kematian.
Bagaimana Cara Penularan HIV dan AIDS?
HIV dan AIDS tidak bisa menular melalui kontak sehari-hari, seperti bersalaman, berpelukan, berciuman, bersin, batuk, berbagi makanan, minuman, alat makan, atau toilet. HIV dan AIDS juga tidak bisa menular melalui gigitan nyamuk, binatang, atau serangga lainnya.
HIV dan AIDS hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu yang mengandung virus, yaitu:
- Darah
- Air ma**ni
- Cairan vagi**na
- Cairan rektum
- Air susu ibu
Cara penularan HIV dan AIDS yang paling umum adalah:
- Hubungan sek**sual tanpa kon**dom dengan orang yang terinfeksi HIV, baik vagi**nal, a**nal, maupun oral.
- Penggunaan jarum suntik, alat tato, atau alat akupuntur yang terkontaminasi darah orang yang terinfeksi HIV.
- Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi HIV.
- Ibu hamil, melahirkan, atau menyusui yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus ke bayinya.
Untuk mencegah penularan HIV dan AIDS, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:
- Selalu menggunakan kon**dom saat berhubungan sek**sual dengan pasangan yang status HIV-nya tidak diketahui atau berbeda.
- Tidak berbagi jarum suntik, alat tato, atau alat akupuntur dengan orang lain, dan pastikan alat-alat tersebut steril dan sekali pakai.
- Memeriksa status HIV secara rutin, terutama jika memiliki faktor risiko, seperti berganti-ganti pasangan seksual, menggunakan narkoba suntik, atau memiliki penyakit menular seksual lainnya.
- Mendapatkan pengobatan dan pencegahan ibu ke anak (PMTCT) jika terinfeksi HIV saat hamil, melahirkan, atau menyusui, untuk mengurangi risiko penularan ke bayi.
- Mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) jika terinfeksi HIV, untuk menekan jumlah virus dalam tubuh dan mengurangi risiko penularan ke orang lain.
Apa Saja Gejala HIV dan AIDS?
Gejala HIV dan AIDS bisa bervariasi tergantung pada tahap infeksi. Secara umum, ada tiga tahap infeksi HIV, yaitu:
- Tahap akut: Tahap ini terjadi dalam beberapa minggu setelah terinfeksi HIV. Gejala yang mungkin muncul adalah demam, sakit kepala, lelah, nyeri otot, pembesaran kelenjar getah bening, ruam kulit, sakit tenggorokan, dan infeksi saluran kemih. Gejala ini bisa hilang dalam beberapa hari atau minggu, tetapi virus tetap aktif dalam tubuh. Tahap ini juga disebut sebagai sindrom retroviral akut (ARS) atau sindrom konversi primer (PCS).
- Tahap laten: Tahap ini terjadi setelah tahap akut, dan bisa berlangsung selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Gejala yang mungkin muncul adalah tidak ada atau sangat ringan, seperti penurunan berat badan, diare, keringat malam, dan infeksi ringan. Tahap ini juga disebut sebagai tahap asimtomatik atau tahap kronis.
- Tahap AIDS: Tahap ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah akibat infeksi HIV. Gejala yang mungkin muncul adalah infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, pneumonia, kanker, dan lain-lain, yang bisa mengancam jiwa. Gejala lain yang bisa muncul adalah demensia, kehilangan berat badan, gagal organ, dan kematian.
Untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak, gejala saja tidak cukup. Gejala HIV dan AIDS bisa mirip dengan gejala penyakit lain, atau bahkan tidak muncul sama sekali. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk memastikan diagnosis adalah dengan melakukan tes HIV.
Di manakah kita bisa melakukan tes HIV?
Layanan tes HIV dapat dilakukan di klinik khusus yang bernama VCT (Voluntery Counseling and Testing). Biasanya berupa tes darah, untuk memastikan adanya antibody HIV dalam sampel darah.
Tes ini, bersifat sukarela dan rahasia. Sebelum mengadakan tes, akan dilakukan konseling terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat risiko infeksi, dan diarahkan bagaimana nantinya bersikap setelah mengetahui hasil tes.
Jadi tidak ada salahnya kita melakukan tes HIV untuk mengetahui kondisi tubuh kita sebenarnya. Jika terdapat masalah pada kesehatan kita, dapat segera ditanggulangi, dan jikapun sehat kita tidak merugi.
Memusuhi HIV dan AIDS bukan berarti menjauhi pengetahuan dan penderitanya. Tapi mencegah penyebarannya. Setidaknya, mulai dari diri sendiri dan keluarga kita. Jauhi hal-hal yang berisiko terkena HIV, dan terapkan pola hidup bersih dan sehat.
Bagaimana Cara Diagnosis HIV dan AIDS?
Tes HIV adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi atau antigen HIV dalam darah, air liur, atau cairan lain. Antibodi adalah zat yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus.
Antigen adalah bagian dari virus yang bisa memicu produksi antibodi. Tes HIV bisa dilakukan di fasilitas kesehatan, laboratorium, atau di rumah dengan menggunakan alat tes cepat.
Ada beberapa jenis tes HIV yang bisa dilakukan, yaitu:
- Tes antibodi: Tes ini mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah atau air liur. Tes ini bisa dilakukan dengan mengambil sampel darah dari lengan atau jari, atau dengan mengumpulkan air liur dengan menggunakan alat khusus. Tes ini bisa memberikan hasil dalam beberapa menit hingga beberapa hari. Tes ini bisa memberikan hasil negatif palsu jika dilakukan terlalu dini, yaitu sebelum jendela waktu, yaitu periode antara terinfeksi HIV dan terbentuknya antibodi yang cukup untuk dideteksi. Jendela waktu bisa bervariasi dari 3 minggu hingga 3 bulan, tergantung pada jenis tes yang digunakan.
- Tes antigen: Tes ini mendeteksi adanya antigen HIV dalam darah. Tes ini bisa dilakukan dengan mengambil sampel darah dari lengan atau jari. Tes ini bisa memberikan hasil dalam beberapa jam hingga beberapa hari.
- Tes kombinasi: Tes ini mendeteksi adanya antibodi dan antigen HIV dalam darah. Tes ini bisa dilakukan dengan mengambil sampel darah dari lengan atau jari. Tes ini bisa memberikan hasil dalam beberapa jam hingga beberapa hari. Tes ini bisa memberikan hasil yang lebih akurat dan cepat daripada tes antibodi atau tes antigen saja, karena bisa mendeteksi infeksi HIV sejak dini, yaitu sekitar 2 minggu setelah terpapar virus.
Jika hasil tes HIV positif, maka artinya seseorang terinfeksi HIV. Namun, hasil tes HIV bisa salah positif, yaitu ketika tes menunjukkan hasil positif padahal seseorang tidak terinfeksi HIV. Hal ini bisa terjadi karena adanya faktor lain yang mempengaruhi hasil tes, seperti kehamilan, vaksinasi, atau infeksi lain.
Oleh karena itu, jika hasil tes HIV positif, maka perlu dilakukan tes konfirmasi, yaitu tes yang menggunakan metode yang berbeda dari tes awal, untuk memastikan diagnosis.
Jika hasil tes HIV negatif, maka artinya seseorang tidak terinfeksi HIV. Namun, hasil tes HIV bisa salah negatif, yaitu ketika tes menunjukkan hasil negatif padahal seseorang terinfeksi HIV. Hal ini bisa terjadi karena tes dilakukan sebelum jendela waktu, yaitu periode antara terinfeksi HIV dan terbentuknya antibodi atau antigen yang cukup untuk dideteksi.
Oleh karena itu, jika hasil tes HIV negatif, tetapi seseorang memiliki faktor risiko atau gejala yang mengarah ke HIV, maka perlu dilakukan tes ulang, yaitu tes yang dilakukan setelah jendela waktu, untuk memastikan diagnosis.
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita AIDS atau tidak, ada beberapa kriteria yang bisa digunakan, yaitu:
- Jumlah sel CD4: Sel CD4 adalah jenis sel darah putih yang menjadi sasaran utama virus HIV. Jumlah sel CD4 menunjukkan seberapa kuat sistem kekebalan tubuh seseorang. Jumlah normal sel CD4 adalah antara 500 hingga 1500 sel per mikroliter darah. Jika jumlah sel CD4 kurang dari 200 sel per mikroliter darah, maka artinya seseorang menderita AIDS.
- Infeksi oportunistik: Infeksi oportunistik adalah infeksi yang biasanya tidak menyerang orang yang sehat, tetapi bisa menyerang orang yang sistem kekebalan tubuhnya lemah akibat infeksi HIV. Beberapa contoh infeksi oportunistik adalah tuberkulosis, pneumonia, kanker, dan lain-lain. Jika seseorang terinfeksi HIV dan menderita salah satu infeksi oportunistik, maka artinya seseorang menderita AIDS.
Bagaimana Cara Pengobatan HIV dan AIDS?
HIV dan AIDS adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa diobati. Pengobatan HIV dan AIDS bertujuan untuk menekan jumlah virus dalam tubuh, meningkatkan jumlah sel CD4, mencegah dan mengobati infeksi oportunistik, dan meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV.
Pengobatan utama untuk HIV dan AIDS adalah obat antiretroviral (ARV), yaitu obat yang bisa menghambat perkembangan dan replikasi virus HIV. Obat ARV harus diminum setiap hari, seumur hidup, sesuai dengan resep dokter.
Obat ARV bisa mengurangi jumlah virus dalam tubuh hingga tingkat yang sangat rendah, sehingga disebut sebagai undetectable viral load (UVL). Jika seseorang memiliki UVL, maka artinya seseorang tidak bisa menularkan virus HIV ke orang lain, sehingga disebut sebagai undetectable = untransmittable (U=U).
Obat ARV terdiri dari beberapa kelas, yaitu:
- Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs): Obat ini menghambat enzim reverse transcriptase, yang berfungsi untuk mengubah materi genetik virus HIV menjadi DNA, sehingga bisa masuk ke inti sel dan mengintegrasikan diri dengan DNA sel. Contoh obat NRTIs adalah zidovudine, lamivudine, emtricitabine, dan tenofovir.
- Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs): Obat ini juga menghambat enzim reverse transcriptase, tetapi dengan cara yang berbeda dari NRTIs. Contoh obat NNRTIs adalah efavirenz, nevirapine, dan rilpivirine.
- Protease inhibitors (PIs): Obat ini menghambat enzim protease, yang berfungsi untuk memotong rantai protein yang dibentuk oleh virus HIV, sehingga bisa membentuk virus baru yang siap menyerang sel lain. Contoh obat PIs adalah atazanavir, darunavir, lopinavir, dan ritonavir.
- Integrase inhibitors (INIs): Obat ini menghambat enzim integrase, yang berfungsi untuk menyisipkan materi genetik virus HIV ke dalam DNA sel. Contoh obat INIs adalah dolutegravir, elvitegravir, dan raltegravir.
- Entry inhibitors: Obat ini menghambat proses masuknya virus HIV ke dalam sel, dengan cara menghalangi reseptor atau ko-reseptor yang ada di permukaan sel. Contoh obat entry inhibitors adalah enfuvirtide, maraviroc, dan ibalizumab.
- Pharmacoenhancers: Obat ini bukan obat ARV, tetapi obat yang bisa meningkatkan efektivitas obat ARV lain, dengan cara menghambat enzim yang bisa memecah obat ARV dalam tubuh. Contoh obat pharmacoenhancers adalah cobicistat dan ritonavir.
Obat ARV biasanya dikombinasikan menjadi satu tablet yang disebut sebagai fixed-dose combination (FDC), yang mengandung dua atau tiga obat ARV dari kelas yang berbeda.
Kombinasi obat ARV bisa meningkatkan efektivitas pengobatan dan mengurangi risiko resistensi virus. Beberapa contoh FDC adalah Atripla (efavirenz + emtricitabine + tenofovir), Triumeq (dolutegravir + abacavir + lamivudine), dan Biktarvy (bictegravir + emtricitabine + tenofovir).
Selain obat ARV, pengobatan HIV dan AIDS juga meliputi:
- Obat profilaksis: Obat ini diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, pneumonia, dan lain-lain. Obat ini biasanya diberikan jika jumlah sel CD4 kurang dari 200 sel per mikroliter darah, atau jika ada gejala infeksi oportunistik. Contoh obat profilaksis adalah isoniazid, cotrimoxazole, dan azithromycin.
- Obat terapi: Obat ini diberikan untuk mengobati infeksi oportunistik yang sudah terjadi, atau untuk mengatasi komplikasi yang timbul akibat infeksi HIV. Obat ini bisa berupa antibiotik, antijamur, antiviral, antikanker, atau obat lain yang sesuai dengan jenis infeksi atau komplikasi yang dialami. Contoh obat terapi adalah rifampicin, fluconazole, acyclovir, dan kemoterapi.
- Obat pendukung: Obat ini diberikan untuk mengatasi gejala atau efek samping yang timbul akibat infeksi HIV atau pengobatan ARV. Obat ini bisa berupa analgesik, antidiare, antidepresan, atau obat lain yang sesuai dengan gejala atau efek samping yang dialami. Contoh obat pendukung adalah parasetamol, loperamide, fluoxetine, dan multivitamin.
Pengobatan HIV dan AIDS harus dilakukan secara teratur dan konsisten, sesuai dengan resep dan anjuran dokter. Pengobatan HIV dan AIDS tidak boleh dihentikan, diganti, atau dikurangi dosisnya tanpa sepengetahuan dokter, karena bisa menyebabkan resistensi virus, kegagalan pengobatan, atau kambuhnya infeksi.
Pengobatan HIV dan AIDS juga harus disertai dengan gaya hidup sehat, seperti makan bergizi, berolahraga, tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak menggunakan Narkoba.
Pengobatan HIV dan AIDS juga harus didukung oleh dukungan psikososial, seperti konseling, edukasi, advokasi, dan jaringan dukungan, untuk membantu orang yang terinfeksi HIV mengatasi stigma, diskriminasi, depresi, dan isolasi sosial.
Bagaimana Cara Pencegahan HIV dan AIDS?
HIV dan AIDS adalah penyakit yang bisa dicegah dengan cara menghindari atau mengurangi faktor risiko penularan virus. Beberapa cara pencegahan HIV dan AIDS adalah:
- Menggunakan kon**dom saat berhubungan sek**sual dengan pasangan yang status HIV-nya tidak diketahui atau berbeda. Kon**dom bisa mencegah kontak langsung antara cairan tubuh yang mengandung virus, seperti darah, air ma**ni, cairan vagi**na, atau cairan rektum. Kon**dom harus digunakan dengan benar dan konsisten, dari awal hingga akhir hubungan sek**sual. Kon**dom juga bisa mencegah penularan penyakit menular sek**sual lainnya, yang bisa meningkatkan risiko infeksi HIV.
- Tidak berbagi jarum suntik, alat tato, atau alat akupuntur dengan orang lain, dan pastikan alat-alat tersebut steril dan sekali pakai. Jarum suntik, alat tato, atau alat akupuntur yang terkontaminasi darah orang yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus ke orang lain yang menggunakan alat yang sama. Jika harus menggunakan jarum suntik, alat tato, atau alat akupuntur yang sudah dipakai orang lain, maka harus membersihkannya terlebih dahulu dengan larutan pemutih atau alkohol.
- Memeriksa status HIV secara rutin, terutama jika memiliki faktor risiko, seperti berganti-ganti pasangan seksual, menggunakan narkoba suntik, atau memiliki penyakit menular seksual lainnya. Memeriksa status HIV bisa membantu seseorang mengetahui apakah terinfeksi HIV atau tidak, sehingga bisa mendapatkan pengobatan dan pencegahan yang tepat. Memeriksa status HIV juga bisa membantu seseorang menghindari penularan virus ke orang lain, jika hasilnya positif.
- Mendapatkan pengobatan dan pencegahan ibu ke anak (PMTCT) jika terinfeksi HIV saat hamil, melahirkan, atau menyusui, untuk mengurangi risiko penularan ke bayi. PMTCT meliputi penggunaan obat ARV untuk ibu dan bayi, persalinan sesar jika memungkinkan, pemberian susu formula atau ASI eksklusif, dan penghindaran luka pada puting susu.
- Mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) jika terinfeksi HIV, untuk menekan jumlah virus dalam tubuh dan mengurangi risiko penularan ke orang lain. Obat ARV harus diminum setiap hari, seumur hidup, sesuai dengan resep dan anjuran dokter. Obat ARV bisa mengurangi jumlah virus dalam tubuh hingga tingkat yang sangat rendah, sehingga disebut sebagai undetectable viral load (UVL). Jika seseorang memiliki UVL, maka artinya seseorang tidak bisa menularkan virus HIV ke orang lain, sehingga disebut sebagai undetectable = untransmittable (U=U).
Selain cara-cara di atas, ada juga beberapa cara pencegahan HIV dan AIDS yang bersifat tambahan, yaitu:
- Pre-exposure prophylaxis (PrEP): PrEP adalah pemberian obat ARV untuk orang yang tidak terinfeksi HIV, tetapi memiliki risiko tinggi terpapar virus, seperti pasangan orang yang terinfeksi HIV, pekerja seks, atau pengguna narkoba suntik. PrEP bisa mencegah virus HIV masuk ke dalam sel dan berkembang biak, jika terjadi kontak dengan cairan tubuh yang mengandung virus. PrEP harus diminum setiap hari, atau sesuai dengan skema yang ditentukan dokter, dan dikombinasikan dengan penggunaan kondom dan pemeriksaan status HIV secara rutin.
- Post-exposure prophylaxis (PEP): PEP adalah pemberian obat ARV untuk orang yang tidak terinfeksi HIV, tetapi baru saja terpapar virus, seperti karena hubungan seksual tanpa kondom, jarum suntik yang terkontaminasi, atau kecelakaan kerja. PEP bisa mencegah virus HIV masuk ke dalam sel dan berkembang biak, jika diberikan dalam waktu 72 jam setelah terpapar virus. PEP harus diminum setiap hari, selama 28 hari, dan dikombinasikan dengan penggunaan kondom dan pemeriksaan status HIV secara rutin.
- Vaksin HIV: Vaksin HIV adalah zat yang bisa merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi atau sel yang bisa melawan virus HIV. Vaksin HIV bisa mencegah infeksi HIV, atau mengurangi dampaknya, jika terjadi kontak dengan cairan tubuh yang mengandung virus. Vaksin HIV masih dalam tahap pengembangan dan uji klinis, dan belum tersedia secara komersial.
Cara-cara ini masih dalam tahap pengembangan dan uji klinis, dan belum tersedia secara luas di Indonesia.
Namun, Anda bisa mengetahui lebih lanjut tentang cara-cara ini dengan mengunjungi situs HAS 2021 – Akhiri AIDS: Cegah HIV, Akses Untuk Semua, yang merupakan situs resmi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang menyediakan informasi terkini tentang peringatan Hari AIDS Sedunia tahun 2021, yang mengangkat tema “Akhiri AIDS: Cegah HIV, Akses untuk Semua”.
FAQ
Apakah HIV dan AIDS bisa disembuhkan?
HIV dan AIDS adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa diobati. Dengan pengobatan yang tepat, orang yang terinfeksi HIV bisa hidup lebih lama dan sehat, dan tidak menularkan virus ke orang lain.
Apakah HIV dan AIDS bisa menular melalui ciuman, pelukan, atau bersentuhan kulit?
HIV dan AIDS tidak bisa menular melalui ciu**man, pelukan, atau bersentuhan kulit, karena virus HIV tidak bisa bertahan di luar tubuh, dan tidak ada dalam air liur, keringat, atau air mata.
HIV dan AIDS hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu yang mengandung virus, yaitu darah, air ma**ni, cairan vagi**na, cairan rektum, dan air susu ibu.
Apakah HIV dan AIDS bisa dicegah dengan menggunakan kon**dom?
HIV dan AIDS bisa dicegah dengan menggunakan kon**dom saat berhubungan sek**sual dengan pasangan yang status HIV-nya tidak diketahui atau berbeda.
Kon**dom bisa mencegah kontak langsung antara cairan tubuh yang mengandung virus, seperti darah, air ma**ni, cairan vagi**na, atau cairan rektum. Kon**dom harus digunakan dengan benar dan konsisten, dari awal hingga akhir hubungan sek**sual.
Apakah orang yang terinfeksi HIV harus mengisolasi diri dari masyarakat?
Orang yang terinfeksi HIV tidak harus mengisolasi diri dari masyarakat, karena HIV dan AIDS tidak bisa menular melalui kontak sehari-hari, seperti bersalaman, berpelukan, berciuman, bersin, batuk, berbagi makanan, minuman, alat makan, atau toilet.
Orang yang terinfeksi HIV bisa hidup normal dan produktif, asalkan mendapatkan pengobatan dan pencegahan yang tepat, dan menjaga gaya hidup sehat.
Apakah orang yang terinfeksi HIV bisa hamil, melahirkan, atau menyusui?
Orang yang terinfeksi HIV bisa hamil, melahirkan, atau menyusui, tetapi harus mendapatkan pengobatan dan pencegahan ibu ke anak (PMTCT) untuk mengurangi risiko penularan virus ke bayinya.
PMTCT meliputi penggunaan obat ARV untuk ibu dan bayi, persalinan sesar jika memungkinkan, pemberian susu formula atau ASI eksklusif, dan penghindaran luka pada pu**ting susu.
Penutup
HIV dan AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kematian. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, dan AIDS adalah kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah akibat infeksi HIV.
HIV dan AIDS bisa menular melalui cairan tubuh tertentu yang mengandung virus, yaitu darah, air ma**ni, cairan vagi**na, cairan rektum, dan air susu ibu.
Cara penularan HIV dan AIDS yang paling umum adalah hubungan sek**sual tanpa kon**dom, penggunaan jarum suntik, alat tato, atau alat akupuntur yang terkontaminasi, transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi, atau ibu hamil, melahirkan, atau menyusui yang terinfeksi HIV.
HIV dan AIDS bisa dicegah dengan cara menghindari atau mengurangi faktor risiko penularan virus, seperti menggunakan kon**dom, tidak berbagi jarum suntik, alat tato, atau alat akupuntur, memeriksa status HIV secara rutin, mendapatkan pengobatan dan pencegahan ibu ke anak, dan mengonsumsi obat ARV.
HIV dan AIDS bisa diobati dengan obat ARV, yang bisa menekan jumlah virus dalam tubuh, meningkatkan jumlah sel CD4, mencegah dan mengobati infeksi oportunistik, dan meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi yang akurat, terkini, dan mudah dipahami tentang HIV dan AIDS, sebagai salah satu penyakit mematikan yang bisa dicegah dan diobati.
Artikel ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan sikap positif masyarakat terhadap HIV dan AIDS, serta menghapus stigma, diskriminasi, dan mitos yang berkaitan dengan penyakit ini.
Artikel ini diharapkan bisa menjadi sumber referensi yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang HIV dan AIDS, baik untuk diri sendiri, keluarga, teman, maupun masyarakat luas.
Demikianlah informasi tentang HIV/AIDS, semoga bermanfaat.