Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang hingga kini masih menjadi permasalahan kesehatan yang banyak ditemukan di Indonesia. Dengan tingginya kebiasaan mero**k di masyarakat, serta paparan polusi udara, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan turut berkontribusi terhadap tingginya kejadian PPOK ini.
PPOK merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati. Pada penderita PPOK, terdapat hambatan aliran udara yang sifatnya menetap, progresif, dan berhubungan dengan respon peradangan di paru terhadap partikel tertentu yang berbahaya. Identifikasi faktor risiko menjadi salah satu aspek penting dalam pencegahan dan penatalaksanaan PPOK. Beberapa hal yang diketahui berhubungan dengan terjadinya PPOK antara lain asap ro**k, polusi udara, riwayat infeksi saluran napas berulang, stres oksidatif, faktor sosial ekonomi yang rendah, tumbuh kembang paru, asma, dan faktor genetik.
Di antara berbagai faktor risiko di atas, kebiasaan mero**k menjadi penyebab utama dan yang terpenting. Risiko terjangkitnya PPOK berbanding lurus dengan jumlah ro**k yang dihisap, usia pertama kali mero**k, jumlah batang ro**k yang dikonsumsi per tahun, serta lamanya mero**k (dikenal sebagai Indeks Brinkman). Indeks Brinkman (IB) mengidentifikasi tinggi-rendahnya faktor risiko PPOK dengan cara mengalikan jumlah rata-rata ro**k yang dihisap sehari dengan lama mero**k dalam tahun. Dikatakan risiko ringan bila IB 0-199, sedang bila IB 200-599, dan berat bila 600 atau lebih. Riwayat mero**k di sini, termasuk bagi para pero**k aktif, pero**k pasif, dan bekas pero**k sekalipun.
Gejala yang dapat dijumpai pada penderita PPOK antara lain sesak dan batuk yang berkepanjangan (kronik) dengan atau tanpa produksi dahak. Kecurigaan ke arah PPOK semakin kuat jika ada riwayat paparan faktor risiko.
Gejala | Keterangan |
Sesak | Memberat seiring berjalannya waktu
Memberat dengan beraktivitas Menetap sepanjang hari Napas terasa berat dan terengah-engah |
Batuk kronik | Batuk hilang timbul, dapat disertai maupun tanpa disertai produksi dahak |
Riwayat pajanan faktor risiko | Asap ro**k, asap dapur, debu, bahan iritan/kimia lainnya |
Jika dijumpai gejala tersebut di atas, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti tes spirometri, rontgen dada, ataupun pemeriksaan darah di laboratorium. Tujuan pemeriksaan tersebut ialah untuk menentukan derajat keparahan penyakit dan pemilihan terapi yang sesuai. Terapi yang diberikan pada penderita PPOK, secara umum dikelompokkan menjadi terapi medikamentosa (dengan menggunakan obat), dan non medikamentosa (tanpa obat).
Pada penderita PPOK dengan risiko rendah dan gejala minimal, dapat dicoba terapi non medikamentosa saja, berupa konseling terapi pengganti nikotin dan rehabilitasi fisis. Namun pada penderita PPOK tahap lanjut, mungkin diperlukan pengobatan, pemberian oksigen, hingga pemasangan ventilasi mekanis di ruang rawat intensif. Perlu diingat bahwa PPOK merupakan penyakit yang menetap dan progresif. Berbeda dengan beberapa penyakit lainnya yang dapat sembuh sempurna setelah mengonsumsi obat dalam jangka waktu tertentu, PPOK memerlukan pengobatan rutin dan bahkan seumur hidup.